Rabu, 10 Agustus 2011

PENJAJAHAN OLEH BANGSA SENDIRI

Kemerdekaan Republik Indonesia adalah hadiah dari Penjajah Belanda (Konferensi Meja Bundar, 1950) hampir seluruh tatanan politik, ekonomi, hukum, militer diwarisi oleh Belanda. System birokrasi kepemerintahan, system hukum (KUHAP-KUHP), Badan Usaha Milik Negara, Sistem Parlementer, Sistem Perbankan, Pajak, Pertanahan, Sistem Pertahanan, dan masih banyak lainnya, seluruhnya lanjutan pola-pola yang diciptakan oleh Belanda.
Belanda menciptakan sistem kepemerintahannya di negara-negara jajahan adalah untuk kepentingan pemerintah Belanda. Paradigma pembentukannya berorientasi kepada keuntungan birokrat yang notabene sebagai perpanjangan pemerintah pusat di Belanda. Ketika peralihan kekuasaan terjadi pemerintahan Republik tidak serta merta merubahnya secara foundamental, meskipun Soekarno selalu melantunkan jargon-jargon politik berbau Revolusi (bahkan hingga sekarang paska Reformasi politik). Rakyat, bagi sistem yang dibentuk oleh paradigma penjajahan adalah tidak lebih sebagai alat dan komoditas. Rakyat hanyalah hitungan angka statistic sebagai tolak ukur pasar dan keuntungan. Sedangkan rakyat memandang pemerintahan Republik tidak lebih dari Tuan yang patut ditaati dan dipatuhi agar senantiasa aman dari tindakan yang lebih buruk lagi. Bagi Rakyat pemerintahan Belanda, Soekarno, Soeharto, Megawati, SBY, tidaklah jauh berbeda. Mereka adalah para juragan-juragan yang menyatakan diri sebagai pemilik negeri ini. Apa bedanya seorang Bule dan Jawa atau Sunda atau Batak atau Padang, jika pada kenyataannya mereka sama-sama mengambil keuntungan banyak dari Rakyat dengan bayaran recehan. Mengambil hak-hak Rakyat dengan cara memberikan sesuatu yang tidak sepadan.

Republik Indonesia nasibnya akan seperti Majapahit, sebuah kerajaan yang dianggap soko guru bagi idealisme Negara sebagai tolak ukur kesempurnaan masa lalu. Republik akan hancur oleh rakyatnya sendiri. Rakyat yang suatu saat nanti tersadarkan, bahwa Pemerintah mereka tidak lebih dari Penjajah yang memeras mereka tanpa empati diselimuti retorika dan jargon-jargon utopia.

Dan ketika kita melihat pada masa kekinian, bahwa Republik Indonesia masih tetap berdiri. Hal ini disebabkan keyakinan yang berlebihan dari para politikus-politikus yang disumpal mulut dan hatinya oleh Rupiah dari para Konglomerat, Birokrat Korup, dan segelintir orang lainnya yang mempunyai kepentingan besar secara individu untuk mempertahankan kekuasaan dan aset-asetnya. Rakyat masih enggan untuk menuntut hak-haknya, mereka masih menikmati penjajahan yang dialaminya, karena ketidak-perdulian bahkan sebagian dikarenakan ketakutan yang berlebihan (paranoid terhadap penindasan).

Tanah air yang terbentang luas ini diakui secara sepihak oleh Republik Indonesia (Soekarno dkk), Pemilik Sah Tanah Air ini adalah Umat Islam Bangsa Indonesia. Rakyat akan senantiasa menuntut hak miliknya ini ketika sadar dan mempunyai kekuatan. Suatu saat Republik akan dikembalikan lagi ke Tanah Karantina di Jogjakarata (Perjanjian Renville, 1948), jadi jangan pernah berharap penjajahan mereka terhadap Rakyat Indonesia akan berlangsung selamanya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar